Ulul Albab

Setiap Hari Bertambah Ilmu dan Bergelimang di Dalam Lautan Yang berfaidah

Senin, Agustus 25, 2008

Pojok Qur'ani

Menangkap Makna Beberapa Nama Surat Dalam al Qur’an
Dari Perspektif Sosial


Setiap membaca nama surat-surat dalam al Qur’an, saya menjadi sangat penasaran. Pemberian nama-nama surat dalam al Qur’an itu terasa seperti aneh. Sebuah kitab suci yang turun dari Dzat Yang Maha Kuasa, yang isi di dalamnya disebut tidak ada sedikitpun yang diragukan kebenarannya, ternyata susunannya tidak sistematis. Nama surat- surat itu, sementara yang saya tangkap tidak ada keterkaitan antara nama satu surat dengan nama surat lainnya. Setelah surat al Fatehah misalnya, sebagai pembuka al Qur’an lalu disambung dengan surat al Baqoroh, kemudian seterusnya dilanjutkan secara berurutan surat Ali Imran, surat an Nisa’, surat al Maidah, surat al An’am dan seterusnya. Sekedar untuk memenuhi rasa ingin tahu, jika ketemu orang yang saya anggap mengerti tentang itu, saya selalu menanyakan, siapa sesungguhnya orang yang memberi nama setiap surat dalam al Qur’an itu dan juga yang menyusun urut-urutan dari satu surat ke surat lainnya. Demikian pula, siapa sesungguhnya yang menata masing-masing ayat yang ada pada setiap surat dalam al Qur’an itu. Kenapa misalnya, ayat basmallah diletakkan pada setiap awal surat, kecuali surat at Taubah. Di antara 114 Surat dalam al Qur’an hanya surat at Taubah saja yang tidak diawali dengan basmallah. Dari pertanyaan yang ditujukan kepada setiap orang yang saya anggap tahu tersebut, saya selalu mendapatkan jawaban bahwa pemberi nama masing-masing Surat dalam al Qur’an itu adalah Rasulullah sendiri. Begitu pula penyusunan ayat-demi ayat di masing-masing surat dalam al QAur’an itu adalah juga Nabi Muhammad saw. Surat al Ikhlas misalnya, bahwa urut-urutan ayat demi ayat seperti itu adalah telah dikenal sejak Rasulullah masih hidup. Demikian pula surat-surat yang panjang seperti surat al Baqoroh, surat Ali Imran, surat An Nisa’ dan seterusnya. Mendapatkan jawaban itu, saya yakin atas kebenarannya. Dalam pikiran saya, terbayang bukankah memang, dalam setiap sholat Rasulullah selalu membaca surat-surat dalam al Qur’an. Dalam beberapa riwayat bahwa kadangkala Rasulullah ketika sholat, sedemikian panjang ayat-ayat al Qur’an yang dibaca. Dengan begitu, pikiran saya terbawa pada imajinasi bahwa memang Rasulullah sendirilah yang menata urut-urutan itu. Sudah barang tentu, kalau itu bersumber dari Rasulullah, maka juga dapat disimpulkan bahwa sumber petunjuk itu adalah dari Allah swt. Lebih dari itu, bukankah sesungguhnya sejak Rasulullah masih hidup, tatkala wahyu masih berproses turun, dari waktu ke waktu juga sudah banyak para sahabat yang menghafal al Qur’an. Dan, sangat logis jika mereka dalam menghafal, tidak saja menghafat ayat demi ayat, melainkan juga urut-urutan ayat itu. Sengaja saya memperbincangkan beberapa urut-urutan surat dan ayat-ayat dalam al Qur’an, didorong keinginan menyampaikan hasil perenungan yang lama. Melalu perenungan itu saya mendapatkan inspirasi, bahwa urut-urutan beberapa surat dalam al Qur’an jika dicermati akan mendapatkan sesuatu pelajaran yang sangat indah untuk membangun kehidupan manusia ini. Al Qur’an diawali dengan Surat Al Fatehah. Dalam surat itu pertama kali disebut sifat Allah yang amat indah dan mulia, yaitu sifat Yang Maha Pengasih dan Yang Maha Penyayang. Sifat mulia ini tampaknya paling banyak di sebut dalam al Qur’an. Rupanya kedua sifat mulia ini lebih diutamakan dengan cara lebih banyak disebut daripada sifat-sifat Nya yang lain. Sebagai bukti akan hal itu misalnya, Surat al Fatehah yang hanya terdiri atas tujuh ayat, diulang sampai dua kali. Yaitu, ayat : bismillahirrahmanirrahiem dan Arrahmanirrahiem. Selain itu, Al Qur’an terdiri atas 114 surat, ternyata hanya satu surat yang tidak dimulai dengan ayat Basmallah. Semua surat lainnya yang berjumlah 113 Surat dimulai dengan ayat yang menunjukkan sifat Allah yang mulia ini. Surat at Taubah, yakni satu-satunya surat dalam al Qur’an yang tidak dimulai dengan ungkapan Basmallah, ternyata pada surat ini terdapat beberapa ayat yang terkait dengan peperangan. Dari sini, akal saya berbicara bahwa memang selayaknya perang tidak memerlukan kasih sayang. Dalam peperangan jika musuh diberi kasih sayang, maka justru pihak lawan akan membinasakannya terlebih dahulu, dan kalah. Setelah surat Al Fatehah, Surat berikutnya adalah surat Al Baqoroh. Isi Surat al Baqoroh, yang artinya adalah sapi betina, secara garis besar berisi tentang ciri atau karakter manusia dan masyarakat. Sedemikian jelas al Qur’an mendiskripsikan ikhwal manusia melalui surat yang amat panjang ini. Membaca surat yang panjang tersebut, terasa Allah ingin menjelaskan siapa sesungguhnya makhluknya yang dimuliakan tetapi suatu ketika juga bisa menjadi yang paling rendah derajadnya ini. Di awal surat ini dijelaskan tentang kategori manusia, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu orang-orang muttaqien, kafirien dan munafiqien. Ketiga jenis kelompok manusia ini dijelaskan ciri-ciri dan karakterisitiknya, hingga jelas bedanya antara kategori satu dengan kategori lainnya. Beberapa ayat di awal surat al Baqoroh itu, adalah sangat membantu untuk memahami siapa sesungguhnya manusia dan berbagai komunitas di masyarakat. Bahwa setiap komunitas selalu terdapat ketiga jenis kelompok ini. Yaitu pertama, orang-orang yang berada di pihak yang selalu memiliki komitment terhadap visi dan misi kelompok, kedua, mereka yang nyata-nyata memposisikan diri sebagai oposisi, dan ketiga, di antara keduanya selalu saja ada orang-orang yang tidak jelas keberpihakannya. Dan ternyata justru yang membahayakan terhadap eksistensi dan survival kelompok, bukan mereka yang nyata-nyata jelas beroposisi, melainkan adalah kelompok yang tidak jelas itu, yang dalam al Qur’an disebut sebagai kelompok munafiqien. Surat al Baqoroh juga menjelaskan tentang karasteristik manusia yang amat rumit sehingga sulit dipahami, aneh, serba kontradiktif dan tidak pernah mau bersyukur kecuali yang sedikit jumlahnya. Dalam surat al Baqoroh, digambarkan tentang kelompok manusia yang selalu menghindar dari perintah. Cara menghindar pun juga menyusahkan. Dalam kisah itu tatkala mereka diperintah menyembelih sapi ----surat ini diberi nama al Baqoroh, mungkin diambil dari kisah penyembelihan sapi betina ini. Ketika kaum tersebut diperintah menyembelih sapi, maka masih menanyakan, sapi jenis apa, jantan atau betina. Setelah dijawab, masih bertanya lagi, tentang warna sapi yang harus dibembelih itu apa. Setelah itu diberi jawabnya, masih bertanya lagi, tentang umurnya. Kisah itu menggambarkan betapa makhluk ini ----manusia sangat menyusahkan. Jika mereka tidak diberi mengeluh dan protes, sedang jika diberi nikmat tidak juga bersyukur. Jika diperintah, mengajukan berbagai pertanyaan tentang perintah itu agar mendapatkan keringanan menjalankannya dan bahkan menghindarkannya. Sesuatu yang sudah jelas, oleh manusia tidak segera dijalankan, melainkan didiskusikan, diseminarkan dan bahkan dilakukan mu’tamar untuk mendapatkan kejelasan. Melalui surat itu saya menangkap bahwa Allah akan memberikan pemahaman tentang siapa sesungguhnya manusia dan masyarakat itu. Selanjutnya, setelah Allah menjelaskan siapa sesungguhnya manusia dan kelompok masyarakat dengan berbagai karakteristiknya, melalui al Qur’an yang dimaksudkan sebagai hudan, tibyan, furqon, dan rahmah, menyambung berikutnya adalah surat Ali Imran. Dalam surat ini digambarkan tentang keluarga Ideal ialah keluarga Imran. Kemudian, dalam pikiran saya tergambar bahwa al Qur’an setelah memberikan gambaran tentang kehidupan manusia yang sedemikian pelik dan rumit, Allah swt kemudian melalui Surat Ali Imran memberikan pelajaran bahwa sesungguhnya sepelik apapun karakter manusia, masih bisa dibangun menjadi lebih baik, bahkan juga dapat dibangun sebuah tatanan keluarga ideal. Allah memberikan contoh keluarga ideal itu, ialah keluarga Imran. Dalam surat itu dipertunjukkan tentang bagaimana keluarga ideal itu dibangun. Keluarga ideal hendaknya dibangun dari mulai akad pernikahan. Maka, di sana diterangkan tentang siapa yang boleh dinikah dan sebaliknya siapa yang tidak boleh dinikahi. Di dalam surat itu juga dijelaskan tentang waris, bagaimana membangun keluarga, menata hubungan antar mereka, dan bagaimana sifat-sifat mulia----akhlakul karimah dikembangkan, jika manusia menginginkan membangun keluarga ideal. Urutan surat dalam al Qur’an berikutnya adalah an-Nisa’, artinya perempuan. Surat ini membawa imajinasi saya bahwa kunci utama membangun keluarga ideal adalah ada pada ibu atau kaum perempuan. Kaum perempuan memiliki peran strategis dalam membangun rumah tangga. Jika kaum ibu atau perempuan menyandang akhlak mulia, maka keluarga itu akan menjadi mulia dan ideal, begitu pula sebaliknya. Dalam al Qur’an tidak ditemukan surat bernama ar-Rijal, atau laki-laki. Jenis manusia lali-laki tidak pernah dibicarakan secara khusus, berbeda dengan perempuan. Kaum ibu atau perempuan pada umumnya memiliki kelebihan, yakni sifat lembut dan kasih sayang. Lagi-lagi sifat kasih sayang inilah yang diutamakan dalam membangun tegak dan kokohnya keluarga untuk meraih kebahagiaan keluarga. Tidak sedikit hadits Nabi yang menunjukkan atas kemuliaan kaum perempuan. Di antaranya, tatkala seorang sahabat menanyakan kepada Nabi, siapa seseorang yang terlebih dahulu dihormati, maka Nabi menjawab : ibumu. Pertanyaan itu diulang sampai tiga kali dan dijawab dengan jawaban yang sama. Baru Rasulullah menjawab pertanyaan yang sama itu dengan jawaban berbeda, yakni dengan jawaban ”ayahmu”, tetapi setelah pertanyaan itu diulang yang ke empat kalinya. Dalam hadits Nabi juga dikatakan bahwa wanita atau ibu disebut bagaikan madrasah atau sekolah. Jika madrasahnya baik maka murid dan lulusannya menjadi baik dan begitu pula sebaliknya. Melalui surat ini, setidaknya saya menangkap, betapa strategis peran wanita atau kaum ibu dalam membangun keluarga ideal itu. Saya menjadi lebih kagum lagi, bahwa ternyata al Qur’an setelah bicara tentang perempuan sebagai kunci membangun keluarga ideal, melanjutkan dengan surat al Maidah, artinya makanan atau hidangan. Kunci ke dua dalam membangun keluarga adalah terletak pada makanan yang dikonsumsi oleh keluarga itu. Makanan yang dikonsumsi harus cukup, sehat dan bergizi. Keluarga yang tidak mampu mencukupi makanan maka tidak saja mengakibatkan pertumbuhan dan kekuatan jasmani menjadi lembek, melainkan juga mengakibatkan berbagai problem sosial. Konflik-konflik tingkat keluarga, kelompok dan bahkan kehidupan dunia ini tidak sedikit yang dimulai dari persoalan perebutan bahan makanan ini. Makanan yang tidak selektif juga mengakibatkan datangnya berbagai macam penyakit jasmani. Makanan tidak saja dibutuhkan tetapi juga harus terseleksi untuk menjaga kesehatan tubuh. Dalam Islam terdapat tuntunan, bahwa makanan tidak saja dilihat dari aspek kecukupan ------empat sehat lima sempurna, melainkan juga makanan itu harus baik, halal dan berbarokah. Islam melarang umatnya mengkonsumsi beberapa jenis makanan, misalnya daging babi, makanan haram, daging binatang yang disembelih tanpa menyebut asma Allah (basmallah), darah dan lain-lain. Semua yang diharamkan itu disebut secara rinci dalam al Qur’an. Sedemikian penting makanan untuk membangun keluarga ideal, sampai-sampai di dalam al Qur’an disebut nama Surat al Maidah yang artinya hidangan atau makanan. Nama Surat Berikutnya dalam al Qur’an adalah al An’am, artinya binatang ternak. Membayangkan makhluk Allah berupa binatang ini, pikiran saya tidak saja terarah pada pemenuhan kebutuhan manusia terhadap daging yang harus tercukupi untuk menopang kesehatan semata. Pikiran saya tertuju pada kegunaan dan fungsi binatang dalam lingkup yang luas. Kehidupan binatang terkait dengan ekologi atau lingkungan. Tanah menjadi subur dan seimbang, karena terdapat binatang-binatang yang hidup di situ. Tanah yang tandus menjadi subur karena di sana terdapat cacing, kotoran binatang dan bahkan babi yang menggali-gali tanah dengan taringnya. Selain itu, manusia juga bisa belajar dari kehidupan binatang yang beraneka ragam bentuk dan jenisnya. Melalui surat dalam al Qur’an ini Tuhan seolah-olah atas sifat-Nya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, menurunkan guru kepada manusia berupa binatang ini. Makna dan kegunaan binatang bagi kehidupan manusia secara luas dapat dilihat dari berbagai aspek. Kita ingat Qobil, tatkala ia kebingungan mau menguburkan kembarannya yang baru saja dibunuh, diajari oleh seekor burung gagak. Kita juga belajar berbagai kehidupan melalui perilaku berbagai jenis binatang. Misalnya, kita semestinya belajar bagaimana membuat arsitektur rumah dari lebah. Dari lebah pula kita belajar bagaimana seharusnya melakukan pembagian kerja, cara memilih makanan, toleransi dengan sesama dan selalu memberikan manfaat terhadap yang lain. Berlawanan dengan itu kita juga bisa belajar dari lalat. Binatang ini selalu bercerai berai, tidak pernah menyatu dan berorganisasi. Hidupnya di tempat-tempat yang jorok dan keberadaannya selalu menjadi sumber penyakit. Kita juga bisa belajar dari ulat, sepanjang umurnya digunakan utuh makan dan berak. Bentuk tubuh maupun warhanya selalu menjijikkan. Berbagai macam jenis binatang, ternyata memiliki ciri, karakter, kehidupan yang jika diperhatikan secara saksama memberikan hikmah pelajaran kehidupan yang tinggi maknanya. Sekali lagi, binatang ternyata kaya makna, yang jika manusia pintar mengambilnya bisa dijadikan bekal dalam membangun keluarga ideal. Hewan bukan saja penting tatkala dimanfaatkan dagingnya, tetapi juga berguna untuk membangun keseimbangan lingkungan dan makna dari bentuk, warna maupun sifat-sifat yang dimiliki oleh binatang itu. Melalui uraian beberapa nama Surat dalam al Qur’an sebagaimana dipaparkan di muka, ternyata sedemikian urut dan sistematisnya kitab suci ini. Keluarga ideal yang didambakan oleh semua manusia, ditunjukkan oleh Allah melalui kitab suci-Nya, disampaikan secara urut dan sitematis. Nama-nama Surat dalam al Qur’an yang sepintas tidak terdapat keterkaitan, ternyata justru tergambar sebuah sistematika yang luar biasa jelas, padat dan mendalam. Mengkaji beberapa nama surat itu dan sepintas isinya, piukiran saya terbawa pada kesimpulan bahwa : (1) Allah menunjukkan Sifat Nya yang mulia melebihi sifat-sifat mulia lainnya, yang harus dipahami dan seharusnya menjadi pelajaran bagi manusia yaitu sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, (2) Manusia senantiasa memiliki sifat yang beranekaragam serta serba menyusahkan, (3) Sejelek apapun sifat manusia, ternyata masih bisa dibangun. Al Qur’an memberikan contoh keluarga ideal yaitu keluarga Imran. (4) Kunci pertama membangun keluarga ideal adalah ada pada peran kaum ibu/wanita, (5) Sebagai kunci berikutnya ternyata ada pada keberadaan dan kualitas makanan yang dikunsumsi. Sedangkan kunci berikutnya (6) binatang ternak atau al An’am. Binatang ternyata memiliki multi fungsi yang semuanya itu jika manusia mau, dapat dgunakan untuk membangun keluarga ideal, sebagai bagian terkecil dari kehidupan masyarakat. Melalui kajian ini, saya mendapatkan pelajaran mulia, bahwa al Qur’an benar-benar menjadi hudan, tibyaan, furqon dan rahmah bagi kehidupan ini. Selanjutnya, sebagai implikasi dari kajian ini, terbayang di depan mata saya, alangkah tepat dan indahnya jika pelajaran agama Islam, baik di keluarga, tempat ibadah dan apalagi di sekolah, para siswa diperkenalkan dengan ajaran ini. Para siswa akan menjadi tahu dan paham bahwa kitab suci al Qur’an benar-benar berisi konsep tentang kehidupan yang ideal, yang selalu relevan dengan tujuan hidup untuk meraih kebahagiaan baik di dunia maupun akherat. Pelajaran agama bukan justru dilihat sebagai beban, karena sarat dengan kewajiban-kewajiban yang belum tentu dimengerti dan dihayati maknanya. Sehingga, sebagai akibatnya pendidikan agama dipandang sebagai beban, yang jika mungkin dihindari. Konsep pendidikan seperti ini, tidak perlu menghilangkan apa yang sudah berjalan, tetapi perlu dikemas atau direkonstruksi kembali, sehingga diperoleh makna yang lebih relevan dengan kebutuhan kehidupan nyata yang dihadapi oleh anak-anak sehari-hari. Allahu a’lam.